Pages

Selasa, 27 Januari 2015

MAKALAH AGAMA ISLAM



Syari’at Islam Dan Implementasi Dalam Masyarakat









Oleh :
NANANG .H              1412120021
ILHAM AHMAD .K  1412120089
FERI RUDITO           1412120090


PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PGRI RONGGOLAWE TUBAN
2013
KATA PENGANTAR


Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmatnya yang tak terhingga, sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah yang berjudul “Syari’at Islam Dan Implementasi Dalam Masyarakat”. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama.
Semoga apa yang kami sampaikan melalui makalah ini dapat memberi manfaat, amin yaa robbal alamin.










Tuban, 20 Januari 2013

Penyusun



Daftar Isi
HALAMAN SAMPUL
JUDUL ………………………………………………………….…….1
KATA PENGANTAR ………………………………………….…….2
DAFTAR ISI …………………………………………………….……3
BAB.1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang …………………………………………….……. 4
1.2. Rumusan Masalah ………………………………………….…... 4
1.3. Tujuan …………………………………………………….….… 4
BAB.2 PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Syari’at ………………………………….………..... 5
2.1.1        Ruang Lingkup Syari’at Islam ………………………… 5
2.1.2        Dalil Menegakkan Syari’at ……………………………. 5
2.2  Prospek Penerapan Syari’at islam di Indonesia ……………….. 8
2.2.1 Masalah Yang Harus di Hadapi Umat Islam Dalam Penerapan Syari’at …………………………………………….. 9
2.2.2 Syari’at Bukan Hanya Soal Halal Haram ………………. 11
BAB.3 PENUTUP
            3.1 Kesimpulan ……………………………………………. 12
DAFTAR PUSTAKA …………………………….……………….. 13






BAB I
 PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Islam adalah agama yang paling sederhana selama kita mau mentaati apa yang diperintahkan allah. Selama kita mentaati aturan-aturan yang telah ditetapkan, aturan-aturan tersebut adalah ‘’Syari’at”. Namun kenyataannya selama ini dimasyarakat Syari’at islam sudah mulai diabaikan, bahkan terkesan kuno jika di jalankan, atau mungkin terkesan terlalu “Kearab-araban” seperti di Aceh.
Untuk meluruskan dan menjelaskan lebih detail tentang Syari’at islam dan penerapannya di era modern ini maka kami susun makalah yang berjudul “Syari’at Islam Dan Implementasi Dalam Masyarakat”.
1.2  Rumusan Masalah
·         Apa itu syari’at?
·         Apa saja ruang lingkup syari’at itu sendiri?
·         Apa saja masalah-masalah yang harus dihadapi umat islam dalam menerapkan syariat?
·         Bagaimana dalil-dalil yang mewajibkan umat islam untuk menerapkan syari’at?
1.3  Tujuan
Untuk menjelaskan apakah itu syari’at. Menjelaskan apa saja syari’at dan ruang lingkupnya. Menyebutkan apasaja dalil-dalil yang mewajibkan untuk menerapkan syari’at. Serta menjelaskan apa saja masalah-masalah yang harus dihadapi umat islam dalam menerapkan syari’at.

BAB II
 PEMBAHASAN


2.1 Pengertian Syari’at Islam
Syariat Islam ( شريعة إسلامية Syariat Islamiyyah) adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
2.1.1 Ruang Lingkup Syariat Islam
Syariat Islam terbagi menjadi dua klasifikasi:
  1.  I’tiqodiyah, yaitu hal-hal yang tidak berhubungan dengan tatacara amal. Seperti itiqod (kepercaya’an) terhadap rububiyah Allah Swt dan kewajiban beribadah kepadanya, juga beri’tiqod terhadap rukun-rukun iman yang lain. Hal ini disebut ashliyah (pokok agama).  Yang disering disebut dengan aqidah.
  1. Amaliah, yaitu segala apa yang berhubungan dengan tatacara amal. Seperti shalat, zakat, puasa, dan seluruh hukum amaliyah (seperti akhlak, muamalah, kenegaraan. Dan jihad). bagian ini disebut far’iyah (cabang agama), karena ia dibangun diatas I’tiqodiyah. Benar dan rusaknya amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya I’tiqodiyah.
2.1.2        Dalil Kewajiban Menegakkan Syariat
Seiring dengan definisi di atas perlu disampaikan dalam makalah ini dalil yang memerintahkan kita berpegang teguh (menegakkan) syariat Islam hukum yang mengatur kehidupan kita di dunia agar tujuan dari syariat seperti mana di atas dapat kita rasakan bersama manfaatnya.



Allah telah mewajibkan berhukum dengan syariat-Nya dan mewajibkan hal ini kepada hamba-hamba-Nya serta menjadikannya sebagai tujuan diturunkannya Al Qur’an. Allah berfirman:


وَأَنزَلَ   مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُواْ فِيهِ

“Dan Allah menurunkan kitab suci bersama para rasul dengan haq agar mereka memutuskan perkara yang diperselisihkan di antara manusia.”  [QS. Al-Baqarah (2): 213].
 Allah menerangkan bahwa hak khusus Allah semata untuk membuat hukum, dengan firman-Nya:
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
”Sesungguhnya (hak menetapkan) hukum itu hanya hak Allah. Allah menetapkan kebenaran dan Dialah sebaik-baik pemberi keputusan.” [QS. Al-An’am (6): 57].
Dalam ayat yang lain Allah befirman“Maka demi Rabbmu, mereka tidak beriman sehingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim (pemberi keputusan) dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap keputusanmu dan mereka menerimanya dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa’ (4): 65).
Mengenai ayat di atas Imam Ibnu Katsir berkata mengenai ayat ini: “Allah Ta’ala bersumpah dengan Dzat-Nya Yang Maha Mulia dan Maha Suci bahwasanya seseorang tidak beriman sampai ia menjadikan Rasul sebagai hakim dalam seluruh urusan. Apa yang diputuskan Rasul itulah yang haq yang wajib dikuti secara lahir dan batin.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/211) Imam Ibnu Qayim Al-Jauziyah berkata mengenai ayat ini: “Allah SWT bersumpah dengan Dzat-Nya Yang Maha Suci, dengan sebuah sumpah yang dikuatkan oleh penafian (peniadaan) sebelum sumpah (Maka demi Rabbmu, mereka tidak beriman …) atas tiadanya iman bagi makhluk sampai mereka menjadikan Rasul sebagai hakim (pemberi keputusan) dalam segala persoalan yang diperselisihkan di antara mereka, baik masalah pokok maupun cabang, baik masalah hukum-hukum syar’i maupun hukum-hukum ma’ad     (di akhirat). Allah SWT tidak menetapkan adanya iman para hamba-Nya meskipun mereka telah menjadikan Rasulullah SAW sebagai hakim, sehingga hati mereka merasa sempit, maksudnya hati mereka tidak merasa sesak (berat). Hati mereka harus merasa lapang selapang-lapangnya terhadap keputusan Rasulullah SAW dan menerimanya dengan sepenuh hati. Meski semua hal itu telah mereka kerjakan, namun Allah masih belum menetapkan adanya keimanan pada diri mereka sampai mereka menerima keputusan beliau dengan ridho dan taslim (penyerahan diri) tanpa adanya sikap menentang dan berpaling.” (At-Tibyan fi Aqsami Al-Qur’an, hal. 270).
Berhukum dengan hukum Allah  juga merupakan realisasi pengakuan rela Rasulullah SAW sebagai nabi dan rasulnya. Karena itu imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata, “Adapun ridha dengan nabi-Nya sebagai Rasul mencakup sikap tunduk sepenuhnya kepada Nabi Muhammad SAW dan menyerahkan diri secara mutlak kepada Rasululllah SAW, sehingga ia tidak menerima petunjuk kecuali yang bersumber ajaran Rasulullah SAW, tidak berhukum (meminta putusan perkara) kecuali kepada beliau SAW, tidak menjadikan selain beliau sebagai hakim (pemberi keputusan atas  segala persoalan), tidak ridha dengan hukum selain hukum beliau, baik dalam masalah nama-nama Allah, sifat-sifat Allah maupun perbuatan-perbuatan Allah; tidak dalam masalah cita rasa hakekat-hakekat iman maupun tingkatan-tingkatannya; tiidak dalam masalah hukum-hukum lahir maupun hukum-hukum batin. Ia tidak ridha dalam semua masalah ini dengan hukum selain hukum beliau dan ia hanya ridha dengan hukum beliau.” (Madariju As-Salikin, 2/172-173).
Bahkan berhukum dengan hukum Allah merupakan makna syahadat ‘Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan (rasul) Allah SWT’ itu sendiri. Sebagaimana dikatakan oleh syaikh Muhammad bin Abdul Wahab: Makna syahadat ‘Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan (rasul) Allah SWT’ adalah mentaati perintah beliau SAW, membenarkan berita wahyu yang beliau sampaikan, menjauhi apa yang beliau larang, dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan cara yang beliau syariatkan.”(Majmu’atu Muallafat al-syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, 1/190 dan lihat pula Taisiru Al-Aziz Al-Hamid Syarh Kitab At-Tauhid, hal. 554-555).
Oleh karena ini pula syaikh Muhammad bin Ibrahim menegaskan bahwa memberlakukan syariah Allah SWT sebagai satu-satunya undang-undang adalah makna dari syahadat ‘aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah’. Beliau berkata, “Menjadikan Rasul sebagai satu-satunya hakim (pemutus perkara) tanpa selain beliau adalah ‘saudara kandung’ dari beribadah kepada Allah semata tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Karena kandungan dua kalimat syahadat adalah hendaklah Allah semata yang diibadahi tanpa sekutu dan hendaklah Rasulullah semata yang diikuti dan hukum beliau saja yang dibelakukan. Tidaklah pedang-pedang jihad dihunus kecuali karena hal ini dan untuk menegakkan hal ini, baik dengan melaksanakan perintah beliau SAW, meninggalkan larangan beliau SAW, maupun  menjadikan beliau sebagai hakim (pemberi keputusan) saat terjadi perselisihan.” (Risalah Tahkimul Qawanin, dalam kompilasi Fatawa syaikh Muhammad bin Ibrahim, 12/251).

2.2 Prospek Penerapan Syariat Islam di Indonesia
Indonesia dengan mayoritas penduduknya beragama Islam adalah sebuah komunitas muslim terbesar di dunia. Ironisnya, dengan jumlah yang besar tersebut tidaklah cukup menggambarkan bagaimana umat Islam di Indonesia menjadi umat yang terhormat di bawah  naungan syariat Islam yang mulia tersebut. Singkatnya, kalau kita ingin melihat kemiskinan, kebodohan, korupsi, kriminalitas tengoklah masyarakat Indonesia. Contoh di atas adalah sebuah kondisi yang amat kontradiktif dengan apa ajaran yang dianut oleh  muslim.
 Indonesia sebagai negeri muslim adalah negeri yang dalam alqur’an dinyatakan sebagai baldatun warobbbun ghofur karena Islam sebagai agama yang syumul wa mutakamil adalah seperangkat ajaran yang jika diamalkan dengan baik oleh umatnya akan menghantarkan manusia ke arah kejayaan di dunia dan juga di akhirat.
Hal ini bukanlah isapan jempol, sejarah telah  mencatatnya dengan tinta emas, hal ini juga telah diakui ilmuan barat bahwa umat Islam di bawah naungan syariat pernah memimpin peradaban baik peradaban ilmu,ekonomi,budaya,social dan pertahanan keamanan. Kenapa hal ini  biasa terjadi? Karena syariat Islam diturunkan Allah Swt sebagai pembawa misi rahmatan lil’alamin. Secara umum, memiliki maksud dan tujuan untuk mendatangkan kemaslahatan dan sekaligus menolak kemudharatan dalam kehidupan ummat manusia. Selanjutnya, konsep ini dikenal dengan maqashid syariah. ada lima kebutuhan kehidupan primer manusia yang mesti ada (ad-dharuriyyat al-khams). yang dilindungi oleh syariat yaitu agama, jiwa, akal, nasab, dan harta. Pelanggaran terhadap salah satu daripadanya dianggap sebagai suatu kriminal (jarimah). Apabila diterapkan dan ditegakkan secara benar maka aka berdapak positif terhadap kualitas kehidupan manusia. Makalalah ini akan membahas sejarah, tantangan dan penerapan Syariat Islam di Indonesia.
2.2.1 Masalah Yang Dihadapi Umat Islam Dalam Penerapan         Syari’at
a. Umat islam tanpa syariat islam
Disadari atau tidak kondisi umat islam sa’at ini sangat memprihatinkan, walaupun paska perang dunia kedua secara de jure mayoritas negara-negara islam maupun  negara-negara yang mayoritas penduduknya umat islam,  mengalami masa kemerdekaan,  namun secara de facto masih dalam penguasaan ( kontrol, kendali dan terus diobok-obok ) dan aturan kaum penjajah ( syariat barat ),  hal ini di mungkinkan karena mayoritas kepala pemeritahan negara-negara islam atau negara-negara yang penduduknya mayoritas umat islam walaupun secara spiritual rajin menjalankan rukun islam seperti syahadad, sholat, zakat, puasa dan haji, namun secara sosial belum mampu meng-implementasikan kembali syariat allah ( syariat islam ) secara nyata dan kaffah ( menyeluruh ) untuk mengatur ( memanage ) segala ( bidang ) urusan ( bisnis ), sehingga banyak negara-negara islam yang gagal dalam membangun bangsanya alias masih tertolak oleh  system sunnatullah (  not comply to the allah’s requirements ) dan terbukti bahwa mayoritas negara-negara islam maupun  negara-negara yang mayoritas penduduknya umat islam masih banyak yang terjebak menjadi negara-negara yang berpredikat paling korup ( paling menyimpang atau paling bid’ah ) papan atas dunia, yang kemudian mendatangkan kondisi buruk seperti krisis moral, krisis kepemimpinan, krisis multi dimensi, krisis ekonomi ( kontra productive ),  krisis keuangan ( terjebak hutang ) dan  banyak mengalami berbagai bencana alam ( amuk alam ) maupun bencana sosial ( amuk masa ), pengangguran, kemiskinan  dan berbagai bencana kemanusiaan yang berkepanjangan dan kondisi umat islam semakin terpuruk  turun derajatnya menjadi umat yang terbelakang yang tidak mampu bersaing dengan umat-umat allah yang lain.
b. Umat islam mengalami disintegrasi
umat islam masa kini mengalami kesulitan yang luar biasa untuk bisa segera bangkit, semakin kuatnya animo umat islam untuk bangkit menurut versinya sendiri-sendiri, semakin menyebabkan umat islam terjebak kedalam turbulensi ( pusaran ) perbedaan pendapat ( perang pemikiran ) yang sangat dahsyat dan menyesatkan dikalangan internal umat islam, yang kemudian  menyebabkan umat islam semakin berpecah belah ( disintegrasi ) menjadi banyak mazab atau banyak aliran yang masing-masing aliran saling mang-klaim kebenaran menurut versinya sendiri-sendiri juga, bahkan  tidak  jarang banyak yang berani meng-klaim sebagai nabi baru yang sangat menghebohkan dengan tanpa mampu membuktikan kebenaran islam,  sehingga kondisi ini semakin menyulitkan bagi umat islam itu sendiri untuk bisa segera bangkit
c. Panggilan yang kehilangan makna
Walaupun hingga kini panggilan azan ( remainder ) yang ditujukan kepada seluruh umat islam yang merupakan panggilan filosofis dalam arti panggilan yang memiliki makna ganda untuk melaksanakan aktivitas sholat ( aktivitas ) spiritual maupun sholat ( aktivitas ) sosial yang nyata, dari yang maha memiliki kesempurnaan ( allah )  untuk melaksanakan sholat untuk menuju kemenangan dan menuju kebahagiaan yang bergema tidak kurang dari 5 kali sehari yang bergulir diseluruh mukan bumi selama berabad-abad sejak diteladankannya oleh nabi muhammad hingga hari ini dengan tiada hentinya hingga kini, hanya dimaknai sebagai panggilan untuk melaksanakan  sholat ( aktivitas ) spiritual 5 waktu saja, dan belum mampu lagi membangkitkan greget untuk melaksanakan sholat sosial secara nyata sesuai syariat islam, sehingga kemenangan dan kebahagian yang diraih juga hanya kemenangan dan kebahagian semu yang menyimpan banyak permasalahan sosial yang sangat komplek, yang tentunya hanya bisa diselesaikan secara sosial yang nyata sesuai syariat islam.
 Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengutus Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika manusia berada dalam kegelapan, kezaliman dan kejahiliyahan. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam datang ke dunia ini dengan membawa agama Islam yang inti ajarannya dapat kita ringkas atas tiga hal, yaitu akidah, ibadah dan sistem.
Akidah dapat tegak dengan mentauhidkan Allah dalam uluhiyah, rububiyah dan asma wa sifat. Uluhiyah adalah beribadah hanya kepada Allah saja, rububiyah adalah mengesakan Allah dalam penciptaan dan pengaturan semua urusan jagat raya, sedangkan asma wa sifat adalah meyakini bahwa semua sifat Allah Esa dan Sempurna. Ibadah menyangkut semua aktivitas, ucapan dan pikiran yang ditujukan hanya untuk mencari ridha Allah.
Dalam hal sistem, selain mengajarkan akidah tauhid, Islam datang membawa sistem untuk mengatur semua aspek kehidupan meliputi bidang agama, ekonomi, sosial, politik, budaya, pendidikan dan lain-lain. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam telah meletakkan pondasi negara Islam sejak awal turunnya wahyu Islam. Bahkan, beliau juga telah meletakkan urusan dalam negeri, luar negeri dan militer untuk penerapan
2.2.2 Syari’at Islam Bukan Hanya Soal Halal Dan Haram
Syariah Islam tidak hanya mencakup soal pidana saja, tetapi juga meliputi tata busana, pranata sosial, hubungan dengan sesama, dan sebagainya. Oleh karena itu penerapan syariat Islam jangan dipahami hanya sekadar hukum potong tangan, had bagi pezina dan pemabuk, dan lain-lainnya.
Direktur Lembaga Syekh Ahmad Kaftaru Dr. Ahmad Syarif al-Shawwaf menyatakan, semua yang terkandung dalam Islam adalah syariat Islam. “Jadi syariat Islam itu jangan dipahami hanya soal halal dan haram. Selain itu, syariat Islam juga bukan hanya soal pidana, larangan dan perintah.” Imbuhnya juga, “Lebih dari itu syariat Islam itu mencakup semua apa yang terpaut dalam Alqur'an.”  kata Syarif  pada seminar bertajuk "Al-Atsar al-Ijabiyat fi Tathbiq al-Syari'ah fi al-Buldan al-Islamiyah" di Ruang Teater Fakultas Syari'ah dan Hukum (FSH).
Ditambahkannya, semua rukun Islam adalah syariat  bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Sebelum aspek-aspek syariat Islam yang lain ditegakkan, maka lima rukun Islam harus ditegakkan terlebih dahulu oleh setiap individu Muslim dengan konsisten dan komitmen yang tinggi.
Untuk menegakkan syariat Islam diperlukan landasan tauhid yang kokoh. Alasannya, jika masyarakat tidak mempunyai tauhid yang kuat, maka sulit menegakkan syariat Islam. Pasca keruntuhan Khilafah Utsamani, usaha umat Islam menerapkan syariat Islam memang terasa berat. "Negara-negara yang dulu bernaung di bawah pemerintahan Ustmani terpecah-pecah. Lalu ada kekhawatiran dengan penerapan syariat Islam di kalangan umat ini.





















BAB III
 PENUTUP


3.1 Kesimpulan
Syariat Islam berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini. Sebagaimana Allah yang telah mewajibkan berhukum dengan syariat-Nya dan mewajibkan hal ini kepada hamba-hamba-Nya serta menjadikannya sebagai tujuan diturunkannya Al Qur’an. Allah berfirman:
وَأَنزَلَ   مَعَهُمُ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ فِيمَا اخْتَلَفُواْ فِيهِ

“Dan Allah menurunkan kitab suci bersama para rasul dengan haq agar mereka memutuskan perkara yang diperselisihkan di antara manusia.”  [QS. Al-Baqarah (2): 213]. Allah menerangkan bahwa hak khusus Allah semata untuk membuat hukum, dengan firman-Nya:
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ لِلّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ الْفَاصِلِينَ
”Sesungguhnya (hak menetapkan) hukum itu hanya hak Allah. Allah menetapkan kebenaran dan Dialah sebaik-baik pemberi keputusan.” [QS. Al-An’am (6): 57]. Dalam ayat yang lain Allah befirman“Maka demi Rabbmu, mereka tidak beriman sehingga mereka menjadikan kamu sebagai hakim (pemberi keputusan) dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap keputusanmu dan mereka menerimanya dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa’ (4): 65).












DAFTAR PUSTAKA


http://id.wikipedia.org/Pengertian_Syariat,
Dan berbagai sumber di Internet lainnya.


V

Tidak ada komentar:

Posting Komentar