Syari’at
Islam Dan Implementasi Dalam Masyarakat
Oleh :
NANANG .H 1412120021
ILHAM AHMAD .K 1412120089
FERI RUDITO 1412120090
PROGRAM
STUDI TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS
TEKNIK
UNIVERSITAS
PGRI RONGGOLAWE TUBAN
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmatnya yang tak terhingga, sehingga kami
bisa menyelesaikan Makalah yang berjudul “Syari’at Islam Dan Implementasi Dalam
Masyarakat”. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama.
Semoga apa
yang kami sampaikan melalui makalah ini dapat memberi manfaat, amin yaa robbal
alamin.
Penyusun
Daftar Isi
HALAMAN SAMPULJUDUL ………………………………………………………….…….1
KATA PENGANTAR ………………………………………….…….2
DAFTAR ISI …………………………………………………….……3
BAB.1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang …………………………………………….……. 4
1.2. Rumusan Masalah ………………………………………….…... 4
1.3. Tujuan …………………………………………………….….… 4
BAB.2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Syari’at ………………………………….………..... 5
2.1.1
Ruang
Lingkup Syari’at Islam ………………………… 5
2.1.2
Dalil Menegakkan
Syari’at ……………………………. 5
2.2 Prospek Penerapan Syari’at islam di Indonesia
……………….. 8
2.2.1
Masalah Yang Harus di Hadapi Umat Islam Dalam Penerapan Syari’at
…………………………………………….. 9
2.2.2
Syari’at Bukan Hanya Soal Halal Haram ………………. 11
BAB.3 PENUTUP3.1 Kesimpulan ……………………………………………. 12
DAFTAR PUSTAKA …………………………….……………….. 13
BAB I
PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang paling sederhana selama kita mau mentaati apa
yang diperintahkan allah. Selama kita mentaati aturan-aturan yang telah
ditetapkan, aturan-aturan tersebut adalah ‘’Syari’at”. Namun kenyataannya
selama ini dimasyarakat Syari’at islam sudah mulai diabaikan, bahkan terkesan
kuno jika di jalankan, atau mungkin terkesan terlalu “Kearab-araban” seperti di
Aceh.
Untuk meluruskan dan menjelaskan lebih detail tentang Syari’at islam dan
penerapannya di era modern ini maka kami susun makalah yang berjudul “Syari’at
Islam Dan Implementasi Dalam Masyarakat”.
1.2 Rumusan
Masalah
·
Apa itu
syari’at?
·
Apa saja
ruang lingkup syari’at itu sendiri?
·
Apa saja
masalah-masalah yang harus dihadapi umat islam dalam menerapkan syariat?
·
Bagaimana
dalil-dalil yang mewajibkan umat islam untuk menerapkan syari’at?
1.3 Tujuan
Untuk menjelaskan apakah itu syari’at. Menjelaskan apa saja syari’at dan
ruang lingkupnya. Menyebutkan apasaja dalil-dalil yang mewajibkan untuk
menerapkan syari’at. Serta menjelaskan apa saja masalah-masalah yang harus
dihadapi umat islam dalam menerapkan syari’at.
BAB II
PEMBAHASAN
Syariat Islam ( شريعة
إسلامية Syariat Islamiyyah) adalah hukum dan aturan Islam
yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Muslim. Selain berisi hukum dan
aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini.
Maka oleh sebagian penganut Islam, syariat Islam merupakan panduan menyeluruh
dan sempurna seluruh permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini.
2.1.1 Ruang Lingkup Syariat Islam
Syariat Islam terbagi menjadi dua klasifikasi:
- I’tiqodiyah, yaitu hal-hal yang tidak berhubungan dengan tatacara amal. Seperti itiqod (kepercaya’an) terhadap rububiyah Allah Swt dan kewajiban beribadah kepadanya, juga beri’tiqod terhadap rukun-rukun iman yang lain. Hal ini disebut ashliyah (pokok agama). Yang disering disebut dengan aqidah.
- Amaliah, yaitu segala apa yang berhubungan dengan tatacara amal. Seperti shalat, zakat, puasa, dan seluruh hukum amaliyah (seperti akhlak, muamalah, kenegaraan. Dan jihad). bagian ini disebut far’iyah (cabang agama), karena ia dibangun diatas I’tiqodiyah. Benar dan rusaknya amaliyah tergantung dari benar dan rusaknya I’tiqodiyah.
2.1.2
Dalil
Kewajiban Menegakkan Syariat
Seiring
dengan definisi di atas perlu disampaikan dalam makalah ini dalil yang
memerintahkan kita berpegang teguh (menegakkan) syariat Islam hukum yang
mengatur kehidupan kita di dunia agar tujuan dari syariat seperti mana di atas
dapat kita rasakan bersama manfaatnya.
Allah
telah mewajibkan berhukum dengan syariat-Nya dan mewajibkan hal ini kepada
hamba-hamba-Nya serta menjadikannya sebagai tujuan diturunkannya Al Qur’an.
Allah berfirman:
وَأَنزَلَ مَعَهُمُ
الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ
فِيمَا اخْتَلَفُواْ فِيهِ
“Dan Allah menurunkan kitab suci
bersama para rasul dengan haq agar mereka memutuskan perkara yang
diperselisihkan di antara manusia.”
[QS. Al-Baqarah (2): 213].
Allah menerangkan bahwa hak khusus Allah
semata untuk membuat hukum, dengan firman-Nya:
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ
لِلّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ
الْفَاصِلِينَ
”Sesungguhnya (hak menetapkan) hukum
itu hanya hak Allah. Allah menetapkan kebenaran dan Dialah sebaik-baik pemberi
keputusan.” [QS. Al-An’am (6): 57].
Dalam ayat
yang lain Allah befirman“Maka demi Rabbmu, mereka tidak beriman sehingga mereka
menjadikan kamu sebagai hakim (pemberi keputusan) dalam perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka
terhadap keputusanmu dan mereka menerimanya dengan sepenuhnya.” (QS.
An-Nisa’ (4): 65).
Mengenai
ayat di atas Imam Ibnu Katsir berkata mengenai ayat ini: “Allah Ta’ala
bersumpah dengan Dzat-Nya Yang Maha Mulia dan Maha Suci bahwasanya seseorang
tidak beriman sampai ia menjadikan Rasul sebagai hakim dalam seluruh urusan.
Apa yang diputuskan Rasul itulah yang haq yang wajib dikuti secara lahir dan
batin.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/211) Imam Ibnu Qayim Al-Jauziyah berkata
mengenai ayat ini: “Allah SWT bersumpah dengan Dzat-Nya Yang Maha Suci, dengan
sebuah sumpah yang dikuatkan oleh penafian (peniadaan) sebelum sumpah (Maka
demi Rabbmu, mereka tidak beriman …) atas tiadanya iman bagi makhluk sampai
mereka menjadikan Rasul sebagai hakim (pemberi keputusan) dalam segala
persoalan yang diperselisihkan di antara mereka, baik masalah pokok maupun
cabang, baik masalah hukum-hukum syar’i maupun hukum-hukum ma’ad (di
akhirat). Allah SWT tidak menetapkan adanya iman para hamba-Nya meskipun mereka
telah menjadikan Rasulullah SAW sebagai hakim, sehingga hati mereka merasa
sempit, maksudnya hati mereka tidak merasa sesak (berat). Hati mereka harus
merasa lapang selapang-lapangnya terhadap keputusan Rasulullah SAW dan
menerimanya dengan sepenuh hati. Meski semua hal itu telah mereka kerjakan,
namun Allah masih belum menetapkan adanya keimanan pada diri mereka sampai
mereka menerima keputusan beliau dengan ridho dan taslim (penyerahan
diri) tanpa adanya sikap menentang dan berpaling.” (At-Tibyan fi Aqsami
Al-Qur’an, hal. 270).
Berhukum
dengan hukum Allah juga merupakan realisasi pengakuan rela Rasulullah SAW
sebagai nabi dan rasulnya. Karena itu imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata,
“Adapun ridha dengan nabi-Nya sebagai Rasul mencakup sikap tunduk sepenuhnya
kepada Nabi Muhammad SAW dan menyerahkan diri secara mutlak kepada Rasululllah
SAW, sehingga ia tidak menerima petunjuk kecuali yang bersumber ajaran
Rasulullah SAW, tidak berhukum (meminta putusan perkara) kecuali kepada beliau
SAW, tidak menjadikan selain beliau sebagai hakim (pemberi keputusan atas
segala persoalan), tidak ridha dengan hukum selain hukum beliau, baik
dalam masalah nama-nama Allah, sifat-sifat Allah maupun perbuatan-perbuatan
Allah; tidak dalam masalah cita rasa hakekat-hakekat iman maupun
tingkatan-tingkatannya; tiidak dalam masalah hukum-hukum lahir maupun
hukum-hukum batin. Ia tidak ridha dalam semua masalah ini dengan hukum selain
hukum beliau dan ia hanya ridha dengan hukum beliau.” (Madariju As-Salikin,
2/172-173).
Bahkan
berhukum dengan hukum Allah merupakan makna syahadat ‘Aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah utusan (rasul) Allah SWT’ itu sendiri. Sebagaimana
dikatakan oleh syaikh Muhammad bin Abdul Wahab: Makna syahadat ‘Aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah utusan (rasul) Allah SWT’ adalah mentaati perintah
beliau SAW, membenarkan berita wahyu yang beliau sampaikan, menjauhi apa yang
beliau larang, dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan cara yang beliau
syariatkan.”(Majmu’atu Muallafat al-syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, 1/190
dan lihat pula Taisiru Al-Aziz Al-Hamid Syarh Kitab At-Tauhid, hal. 554-555).
Oleh
karena ini pula syaikh Muhammad bin Ibrahim menegaskan bahwa memberlakukan
syariah Allah SWT sebagai satu-satunya undang-undang adalah makna dari syahadat
‘aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah’. Beliau berkata, “Menjadikan
Rasul sebagai satu-satunya hakim (pemutus perkara) tanpa selain beliau adalah
‘saudara kandung’ dari beribadah kepada Allah semata tanpa menyekutukan-Nya
dengan sesuatu apapun. Karena kandungan dua kalimat syahadat adalah hendaklah
Allah semata yang diibadahi tanpa sekutu dan hendaklah Rasulullah semata yang
diikuti dan hukum beliau saja yang dibelakukan. Tidaklah pedang-pedang jihad
dihunus kecuali karena hal ini dan untuk menegakkan hal ini, baik dengan
melaksanakan perintah beliau SAW, meninggalkan larangan beliau SAW,
maupun menjadikan beliau sebagai hakim (pemberi keputusan) saat terjadi
perselisihan.” (Risalah Tahkimul
Qawanin, dalam kompilasi Fatawa syaikh Muhammad bin Ibrahim, 12/251).
2.2 Prospek Penerapan Syariat Islam di Indonesia
Indonesia dengan mayoritas penduduknya beragama Islam adalah
sebuah komunitas muslim terbesar di dunia. Ironisnya, dengan jumlah yang besar
tersebut tidaklah cukup menggambarkan bagaimana umat Islam di Indonesia menjadi
umat yang terhormat di bawah naungan syariat Islam yang mulia tersebut.
Singkatnya, kalau kita ingin melihat kemiskinan, kebodohan, korupsi,
kriminalitas tengoklah masyarakat Indonesia. Contoh di atas adalah sebuah
kondisi yang amat kontradiktif dengan apa ajaran yang dianut oleh muslim.
Indonesia sebagai negeri muslim adalah negeri
yang dalam alqur’an dinyatakan sebagai baldatun warobbbun ghofur karena
Islam sebagai agama yang syumul wa mutakamil adalah seperangkat ajaran yang
jika diamalkan dengan baik oleh umatnya akan menghantarkan manusia ke arah
kejayaan di dunia dan juga di akhirat.
Hal ini
bukanlah isapan jempol, sejarah telah mencatatnya dengan tinta emas, hal
ini juga telah diakui ilmuan barat bahwa umat Islam di bawah naungan syariat
pernah memimpin peradaban baik peradaban ilmu,ekonomi,budaya,social dan
pertahanan keamanan. Kenapa hal ini biasa terjadi? Karena syariat Islam
diturunkan Allah Swt sebagai pembawa misi rahmatan lil’alamin. Secara
umum, memiliki maksud dan tujuan untuk mendatangkan kemaslahatan dan sekaligus
menolak kemudharatan dalam kehidupan ummat manusia. Selanjutnya, konsep ini
dikenal dengan maqashid syariah. ada lima kebutuhan kehidupan primer
manusia yang mesti ada (ad-dharuriyyat al-khams). yang dilindungi oleh
syariat yaitu agama, jiwa, akal, nasab, dan harta. Pelanggaran terhadap salah
satu daripadanya dianggap sebagai suatu kriminal (jarimah). Apabila
diterapkan dan ditegakkan secara benar maka aka berdapak positif terhadap
kualitas kehidupan manusia. Makalalah ini akan membahas sejarah, tantangan dan
penerapan Syariat Islam di Indonesia.
2.2.1 Masalah Yang Dihadapi Umat Islam Dalam Penerapan Syari’at
a. Umat islam tanpa syariat islam
Disadari atau tidak kondisi umat
islam sa’at ini sangat memprihatinkan, walaupun paska perang dunia kedua secara
de jure mayoritas negara-negara islam maupun negara-negara yang mayoritas
penduduknya umat islam, mengalami masa kemerdekaan, namun secara de
facto masih dalam penguasaan ( kontrol, kendali dan terus diobok-obok ) dan
aturan kaum penjajah ( syariat barat ), hal ini di mungkinkan karena
mayoritas kepala pemeritahan negara-negara islam atau negara-negara yang
penduduknya mayoritas umat islam walaupun secara spiritual rajin menjalankan
rukun islam seperti syahadad, sholat, zakat, puasa dan haji, namun secara sosial
belum mampu meng-implementasikan kembali syariat allah ( syariat islam ) secara
nyata dan kaffah ( menyeluruh ) untuk mengatur ( memanage ) segala ( bidang )
urusan ( bisnis ), sehingga banyak negara-negara islam yang gagal dalam
membangun bangsanya alias masih tertolak oleh system sunnatullah
( not comply to the allah’s requirements ) dan terbukti bahwa
mayoritas negara-negara islam maupun negara-negara yang mayoritas
penduduknya umat islam masih banyak yang terjebak menjadi negara-negara yang berpredikat
paling korup ( paling menyimpang atau paling bid’ah ) papan atas dunia, yang
kemudian mendatangkan kondisi buruk seperti krisis moral, krisis kepemimpinan,
krisis multi dimensi, krisis ekonomi ( kontra productive ), krisis
keuangan ( terjebak hutang ) dan banyak mengalami berbagai bencana alam (
amuk alam ) maupun bencana sosial ( amuk masa ), pengangguran, kemiskinan
dan berbagai bencana kemanusiaan yang berkepanjangan dan kondisi umat islam
semakin terpuruk turun derajatnya menjadi umat yang terbelakang yang
tidak mampu bersaing dengan umat-umat allah yang lain.
b. Umat islam mengalami disintegrasi
umat islam masa kini mengalami
kesulitan yang luar biasa untuk bisa segera bangkit, semakin kuatnya animo umat
islam untuk bangkit menurut versinya sendiri-sendiri, semakin menyebabkan umat
islam terjebak kedalam turbulensi ( pusaran ) perbedaan pendapat ( perang
pemikiran ) yang sangat dahsyat dan menyesatkan dikalangan internal umat
islam, yang kemudian menyebabkan umat islam semakin berpecah belah (
disintegrasi ) menjadi banyak mazab atau banyak aliran yang masing-masing
aliran saling mang-klaim kebenaran menurut versinya sendiri-sendiri juga,
bahkan tidak jarang banyak yang berani meng-klaim sebagai nabi baru
yang sangat menghebohkan dengan tanpa mampu membuktikan kebenaran islam,
sehingga kondisi ini semakin menyulitkan bagi umat islam itu sendiri
untuk bisa segera bangkit
c. Panggilan yang kehilangan makna
Walaupun hingga kini panggilan
azan ( remainder ) yang ditujukan kepada seluruh umat islam yang merupakan
panggilan filosofis dalam arti panggilan yang memiliki makna ganda untuk
melaksanakan aktivitas sholat ( aktivitas ) spiritual maupun sholat ( aktivitas
) sosial yang nyata, dari yang maha memiliki kesempurnaan ( allah ) untuk
melaksanakan sholat untuk menuju kemenangan dan menuju kebahagiaan yang bergema
tidak kurang dari 5 kali sehari yang bergulir diseluruh mukan bumi selama
berabad-abad sejak diteladankannya oleh nabi muhammad hingga hari ini dengan
tiada hentinya hingga kini, hanya dimaknai sebagai panggilan untuk
melaksanakan sholat ( aktivitas ) spiritual 5 waktu saja, dan belum mampu
lagi membangkitkan greget untuk melaksanakan sholat sosial secara nyata sesuai
syariat islam, sehingga kemenangan dan kebahagian yang diraih juga hanya
kemenangan dan kebahagian semu yang menyimpan banyak permasalahan sosial yang
sangat komplek, yang tentunya hanya bisa diselesaikan secara sosial yang nyata
sesuai syariat islam.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengutus Nabi
Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika manusia berada dalam kegelapan,
kezaliman dan kejahiliyahan. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam datang ke
dunia ini dengan membawa agama Islam yang inti ajarannya dapat kita ringkas
atas tiga hal, yaitu akidah, ibadah dan sistem.
Akidah
dapat tegak dengan mentauhidkan Allah dalam uluhiyah, rububiyah dan asma wa
sifat. Uluhiyah adalah beribadah hanya kepada Allah saja, rububiyah adalah
mengesakan Allah dalam penciptaan dan pengaturan semua urusan jagat raya,
sedangkan asma wa sifat adalah meyakini bahwa semua sifat Allah Esa dan
Sempurna. Ibadah menyangkut semua aktivitas, ucapan dan pikiran yang ditujukan
hanya untuk mencari ridha Allah.
Dalam
hal sistem, selain mengajarkan akidah tauhid, Islam datang membawa sistem untuk
mengatur semua aspek kehidupan meliputi bidang agama, ekonomi, sosial, politik,
budaya, pendidikan dan lain-lain. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam telah
meletakkan pondasi negara Islam sejak awal turunnya wahyu Islam. Bahkan, beliau
juga telah meletakkan urusan dalam negeri, luar negeri dan militer untuk
penerapan
2.2.2 Syari’at Islam Bukan Hanya
Soal Halal Dan Haram
Syariah
Islam tidak hanya mencakup soal pidana saja, tetapi juga meliputi tata busana,
pranata sosial, hubungan dengan sesama, dan sebagainya. Oleh karena itu
penerapan syariat Islam jangan dipahami hanya sekadar hukum potong tangan, had
bagi pezina dan pemabuk, dan lain-lainnya.
Direktur
Lembaga Syekh Ahmad Kaftaru Dr. Ahmad Syarif al-Shawwaf menyatakan, semua yang
terkandung dalam Islam adalah syariat Islam. “Jadi syariat Islam itu jangan
dipahami hanya soal halal dan haram. Selain itu, syariat Islam juga bukan hanya
soal pidana, larangan dan perintah.” Imbuhnya juga, “Lebih dari itu syariat
Islam itu mencakup semua apa yang terpaut dalam Alqur'an.” kata Syarif pada seminar bertajuk "Al-Atsar
al-Ijabiyat fi Tathbiq al-Syari'ah fi al-Buldan al-Islamiyah" di Ruang
Teater Fakultas Syari'ah dan Hukum (FSH).
Ditambahkannya,
semua rukun Islam adalah syariat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan
di dunia maupun di akhirat. Sebelum aspek-aspek syariat Islam yang lain
ditegakkan, maka lima rukun Islam harus ditegakkan terlebih dahulu oleh setiap
individu Muslim dengan konsisten dan komitmen yang tinggi.
Untuk
menegakkan syariat Islam diperlukan landasan tauhid yang kokoh. Alasannya, jika
masyarakat tidak mempunyai tauhid yang kuat, maka sulit menegakkan syariat Islam.
Pasca keruntuhan Khilafah Utsamani, usaha umat Islam menerapkan syariat Islam
memang terasa berat. "Negara-negara yang dulu bernaung di bawah
pemerintahan Ustmani terpecah-pecah. Lalu ada kekhawatiran dengan penerapan
syariat Islam di kalangan umat ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Syariat
Islam berisi penyelesaian masalah seluruh kehidupan ini. Maka oleh sebagian
penganut Islam, syariat Islam merupakan panduan menyeluruh dan sempurna seluruh
permasalahan hidup manusia dan kehidupan dunia ini. Sebagaimana Allah yang telah mewajibkan berhukum dengan syariat-Nya dan
mewajibkan hal ini kepada hamba-hamba-Nya serta menjadikannya sebagai tujuan
diturunkannya Al Qur’an. Allah berfirman:
وَأَنزَلَ مَعَهُمُ
الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِيَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ
فِيمَا اخْتَلَفُواْ فِيهِ
“Dan Allah menurunkan kitab suci
bersama para rasul dengan haq agar mereka memutuskan perkara yang
diperselisihkan di antara manusia.”
[QS. Al-Baqarah (2): 213]. Allah menerangkan bahwa hak khusus Allah
semata untuk membuat hukum, dengan firman-Nya:
إِنِ الْحُكْمُ إِلاَّ
لِلّهِ يَقُصُّ الْحَقَّ وَهُوَ خَيْرُ
الْفَاصِلِينَ
”Sesungguhnya (hak menetapkan) hukum
itu hanya hak Allah. Allah menetapkan kebenaran dan Dialah sebaik-baik pemberi
keputusan.” [QS. Al-An’am (6): 57].
Dalam ayat yang lain Allah befirman“Maka demi Rabbmu, mereka tidak beriman sehingga
mereka menjadikan kamu sebagai hakim (pemberi keputusan) dalam perkara yang
mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka
terhadap keputusanmu dan mereka menerimanya dengan sepenuhnya.” (QS.
An-Nisa’ (4): 65).
DAFTAR
PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/Pengertian_Syariat,
Dan berbagai sumber di Internet
lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar